Minggu, 02 September 2018

Klasifikasi Tanaman Endemik Vitex copassus


MAKALAH KIMIA BAHAN ALAM
“Klasifikasi Tanaman Endemik Vitex copassus”

Oleh:

MUHAMMAD TAUFIQ NUR
(442 416 004)



JURUSAN KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia terdiri dari ±30.000 ribu jenis flora, terutama yang memiliki potensi sebagai obat alami. Dari spesies flora Indonesia ini, sekitar 1.260 spesies memiliki aktivitas farmakologi termasuk antikanker. Keanekaragaman flora ini merupakan sumber bahan alam yang memberi potensi untuk ditemukannya sejumlah besar obat-obatan baru. Beberapa obat modern telah dikembangkan dari bahan alam yaitu pada tahun 2000-an sekitar 60% dari semua obat antikanker maupun antibakteri berasal dari bahan alam. Keanekaragaman bahan alam merupakan sumber biomolekul senyawa-senyawa organik yang tidak terbatas jumlahnya.
Keanekaragaman hayati Indonesia terutama tersebar di setiap pulau besar seperti Kalimantan, Papua, Sulawesi, Jawa dan Sumatera. Keanekaragaman hayati diciptakan oleh Allah SWT untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Tumbuhan obat merupakan bagian dari sumber daya alam hayati yang dimanfaatkan oleh manusia. Tumbuhan obat menjadi salah satu alternatif obat yang dipilih oleh masyarakat luas. Hal ini karena tumbuhan obat tidak mempunyai efek samping yang besar apabila dibandingkan dengan obat modern yang terbuat dari bahan kimia sintesis. Obat herbal diperoleh dari tumbuh-tumbuhan baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun bunga maupun biji. Agar pengobatan dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan. Diantaranya berupa senyawa metabolit primer maupun metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, steroid dan flavonoid.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder banyak digunakan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antipirutik serta antimikroba terutama untuk golongan senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid. Senyawa-senyawa ini diketahui juga memiliki aktifitas yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh sel kanker atau sebagai antikanker. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap tahun peningkatan angka kejadian kanker semakin bertambah dan belum adanya terapi yang dianggap tepat untuk mengatasinya sehingga memicu masyarakat pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengeksplorasi bahan-bahan alam yang dianggap potensial sebagai alternatif agen antikanker. Senyawa-senyawa toksik yang dapat membunuh sel kanker tersebar di berbagai tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang berpotensi adalah tumbuhan kayu Bitti (Vitex cofassus) yang merupakan tumbuhan endemik khas Sulawesi dan kayunya merupakan kayu unggulan Sulawesi Selatan. Penyebaran tumbuhan kayu Bitti (Vitex cofassus) di Sulawesi Selatan terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Pangkep, Maros, Pinrang, Bantaeng, Enrekang, Bone, Bulukumba, Sidrap dan Selayar.  Publikasi penelitian dengan menggunakan Kayu Bitti (Vitex cofassus) belum banyak dilaporkan. Masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya hanya memanfaatkan kayu Bitti (Vitex cofassus) sebagai bahan bangunan. Potensi lain yang dapat dikembangkan dalam pemanfaatan kayu Bitti (Vitex cofassus) adalah memanfaatkan sebagai tumbuhan yang memiliki efek toksik terhadap sel kanker dalam hal ini adalah batang kulitnya.
Tumbuhan lain yang memiliki genus yang sama dengan Kayu Bitti (Vitex cofassus) adalah tumbuhan legundi (Vitex trifolia) yang telah banyak diteliti kandungan bioaktifnya dan memiliki beberapa efek farmakologi khususnya sebagai antikanker. Ekstrak n-heksana dan diklorometana dari batang dan daun spesies Vitex trifolia (Legundi) terbukti sangat toksik terhadap beberapa sel kanker. Kandungan senyawa bioaktifnya adalah jenis flavonoid yaitu jenis persikogenin, artemetin, luteolin, penduletin, vitexicarpin dan chrysosplenol-D. Keenam flavonoid tersebut mampu menghambat proliferasi sel kanker dengan mekanisme penghambatan siklus sel dan menginduksi apoptosis.
Pengujian senyawa dari tumbuhan yang memiliki potensi bioaktivitas sebagai antikanker dapat dilakukan dengan pengujian toksisitasnya. Penelitian ini menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tumbuhan. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa antikanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat. Uji toksisitas merupakan skrining awal untuk pencarian obat antikanker. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu kiranya diadakan suatu penelitian yang mengkaji kandungan bioaktif ekstrak etanol kulit batang tumbuhan kayu Bitti (Vitex cofassus). Oleh karena itu peneliti mengangkat judul identifikasi dan karakterisasi senyawa bioaktif antikanker dari ekstrak etanol kulit batang kayu Bitti (Vitex cofassus).

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini diuraikan sebagai berikut.
1.      Bagaimana deskripsi atau klasifikasi dari tumbuhan Bitti atau Gofasa ?
2.      Apa saja zat kimia apa yang terkandung pada tumbuhan Bitti atau Gofasa ?
3.      Apa saja khasiat dari tumbuhan Bitti atau Gofasa?

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini diuraikan sebagai berikut.
1.      Mengetahui deskripsi atau klasifikasi dari tumbuhan Bitti atau Gofasa ?
2.      Mengetahui zat kimia apa yang terkandung pada tumbuhan Bitti atau Gofasa ?
3.      Mengetahui khasiat dari tumbuhan Bitti atau Gofasa ?












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Tanaman Bitti
Kayu Bitti (Vitex cofassus) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang termasuk dalam famili Verbenaceae. Menurut sistem klasifikasi suku tumbuhan, Verbenaceae termasuk dalam famili Lamiales. Verbenaceae merupakan tumbuhan semak yang berupa pohon dan memiliki ranting-ranting yang berbentuk segi empat dan memiliki bau yang harum. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan tentang manfaat dan kandungan senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dalam beberapa genus yang termasuk dalam famili Verbenaceae adalah Ekstrak etanol daun Lantana camara memiliki efek farmakologi yaitu memilki daya toksisitas serta antitumor dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) menggunakan hewan uji Artemia salina Leach.
Di Pulau Sulawesi marga bitti yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Vitex CofassusReinw., Vitex Celebica, dan Vitex Pubescens. Bitti memiliki nama tersendiri di masing-masing daerah. Di Jawa dikenal dengan nama Gandaria, atau Jatake; di Gayo dikenal dengan nama Remein; suku Dayak Ngaju mengenalnya dengan nama Barania; di tanah Minangkabau orang menyebutnya Dandoriah; Wates untuk daerah Sulawesi Utara, dan di Tanah Gorontalo dikenal dengan nama Wolato' sedangkan di Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dikenal dengan nama New Guinea Teak atau Jati Nugini. Terkhusus di daerah Sulawesi Selatan dikenal dengan nama Kalawasa, Rappo-Rappo Kebo’, Buwa Malawe, Katondeng dan Aju Bitti. Secara umum bitti di Indonesia dikenal dengan nama Gofasa, Bitti, Bitum, Biti atau Bana (Bayu A. Turuska,2010).
Kayu Bitti bisa tumbuh dengan tinggi mencapai 40 hingga45 meter dan biasanya tanpa banir. Diameter batang dapat mencapai 80 hingga 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengadung silika. Daun yang bersilangan dengan atau tanpa bulu halus di sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedangkan mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkotanya berwarna putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga mahkota, bakal buah terletak di atas dasar bunga.
Buahnya berdaging, berwarna hijau ketika masih muda dan ungu tua saat sedang masak. Ukurannya biasanya berdiameter kira- 5 hingga 12 mm, dengan berat 0,3-1,5 gram. Dalam setiap buahnya biasanya terdapat 1 sampai 4 biji di dalamnya. Biji atau benihnya berbentuk bulat telur, sangat kecil, dalam satu kilogram biasanya berisi hampir 11.000 biji, berwarna coklat pucat kehitaman(Bayu A. Turuska,2010).
Menurut Whitmore dkk (1989) kayu bitti diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom                      : Plantae
Divisio                         : Spermatophyta
Class                            : Angiospermae
Ordo                            : Tubiflorae
Famili                          : Verbenaceae
Genus                          : Vitex
Species                        : Vitex Cofassus Reinw.
Kayu Bitti (Vitex cofassus ) merupakan salah satu pohon endemik Sulawesi yang pada dasarnya adalah pohon khas provinsi Gorontalo. Kayu yang dihasilkan merupakan kayu unggulan Sulawesi Selatan. Dibeberapa daerah dikenal dengan nama gufasa. Di tingkat internasional, kayu Bitti (Vitex cofassus ) banyak di ekspor dari Papua Nugini dan beberapa negara di kepulauan Pasifik lainnya.
Kayu Bitti (Vitex cofassus) mempunyai ukuran pohon yang sedang hingga besar. Batangnya mempunyai diameter yang dapat mencapai 30-170 sentimeter, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya sedang hingga berat serta kuat dan tahan lama. Di Pulau Sulawesi spesies kayu Bitti (Vitex cofassus) yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Vitex cofassus Reinw, Vitex celebica dan Vitex pubescens.
https://alamendah.files.wordpress.com/2011/05/gofasa-daun-bunga.jpg
Gambar 1. Tanaman Bitti (Vitex cofassus).
2.2 Kandungan Kimia Tanaman Bitti
Berbagai jenis tumbuhan seperti kayu Bitti (Vitex cofassus) merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang disebut juga sebagai senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat dan lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan molekul organik yang tidak terlibat secara langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan normal dari suatu organisme. Metabolit sekunder ditandai oleh keragaman kimia yang sangat besar dimana setiap organisme memiliki karakteristik tersendiri dalam setiap kandungan senyawa metabolit sekundernya. Metabolit sekunder berperan dalam hubungan organisme dengan lingkungannya, seperti perlawanan terhadap hama dan penyakit, sebagai pengontrol penyerbuk. Senyawa metabolit sekunder sangat beragam yang disintesis oleh tumbuhan, hewan, jamur, bakteri serta alga.
Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam. Menurut penelitian yang telah dilakukan adalah ekstrak kulit batang kayu bitti (Vitex cofassus) mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid dan alkaloid.
Dari sekian senyawa yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitas antimalaria dan merupakan senyawa utama dalam buah Duranta repens L adalah flavonol.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji. Struktur senyawa flavonoid adalah sebagai berikut:

     o                 OH

                                                                   o
Gambar 2. Struktur Flavonol
Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenolik yang memiliki banyak gugus OH dengan adanya perbedaan keelektronegatifan yang tinggi sehingga sifatnya polar. Golongan senyawa ini mudah terekstrak dalam pelarut polar seperti etanol yang memiliki sifat polar karena adanya gugus hidroksil sehingga dapat terbentuk ikatan hidrogen.32 Beberapa penelitian yang menjelaskan tentang senyawa flavonoid yang terdapat dalam kulit batang tumbuhan salah satunya adalah kulit batang Ziziphus mauritiana. Lam yang diekstrak mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder antara lain flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin. Flavonoid merupakan senyawa penting yang berfungsi untuk mencegah kerusakan sel oksidatif yang bersifat sebagai antikanker dan melawan semua yang bersifat karsinogen. Flavonoid juga dapat berfungsi untuk mengurangi resiko penyakit jantung.
Selain senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai antikanker, senyawa metabolit sekunder lainnya yang berpotensi adalah alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa yang termasuk dalam metabolit sekunder yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen (N). Alkaloid seringkali bersifat beracun bagi manusia dan mempunyai fungsi fisiologis yang digunakan sebagai obat.
Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi seperi gugus amina, amida, fenol dan metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar. Pada pengujian alkaloid akan terjadi reaksi pengendapan karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid mengganti ion iod dalam pereaksi dragendroff dan pereaksi mayer. Hal ini mengakibatkan terbentuknya endapan jingga pada penambahan pereaksi dragendroff karena nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam dan terbentuk endapan putih kekuningan pada penambahan pereaksi mayer karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Struktur dasar senyawa alkaloid adalah sebagai berikut:
Hasil gambar untuk struktur alkaloid





Gambar 3. Struktur Alkaloid
Alkaloid untuk keperluan obat-obatan alkaloid diisolasi dari akar, daun buah, biji dan kulit batang tumbuhan. Ekstrak dari tanaman Tabernaemontana catharinensis mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid jenis koronaridin dan voacangin yang memiliki aktifitas sebagai antikanker.
Famili yang sama dengan genus yang berbeda yaitu genus Duranta dengan spesies Duranta repens L bahwa ekstrak metanol dan fraksi kloroform buahnya mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid jenis flavonol dan senyawa-senyawa kumarolignan, diterpenoid, stigmasterol dan β-sitosterol.
Struktur dari stigmasterol dan β-sitosterol adalah sebagai berikut:
Hasil gambar untuk b sitosterolHasil gambar untuk stigmasterol



                              

                              a.                                                                      b.
Gambar 4. (a) Stigmasterol, (b) β-sitosterol
Penelitian tentang genus yang lain adalah genus Vitex dengan spesies Vitex trifolia (Legundi) yang diketahui banyak memiliki efek farmakologi yaitu sebagai antibakteri, antifungi, analgesik, antialergi, antipiretik dan salah satunya sebagai antikanker. Spesies yang termasuk dalam genus yang sama yaitu Vitex masih banyak yang belum diteliti kandungan metabolit sekundernya salah satunya adalah Vitex cofassus (kayu Bitti).

2.3 Manfaat Tanaman Bitti
Kayu Bitti (Vitex cofassus ) telah dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai bahan pembuat perahu pinisi. Kayu Bitti (Vitex cofassus) juga banyak dimanfaatkan untuk kegunaan lain seperti kayu bangunan seperti tiang, kusen, pintu, jendela, atap, lantai dan dinding serta perabot rumah tangga seperti mangkok dan piring. Kayu Bitti (Vitex cofassus) dipilih karena memiliki tekstur yang baik dan tahan terhadap rayap.
Pemanfaatan kulit kayu Bitti (Vitex cofassus) sebagai obat merupakan salah satu alternatif untuk pencarian obat baru. Kulit batang merupakan bagian batang atau kulit yang banyak digunakan sebagai obat. Kulit batang umumnya diambil dari bagian kulit terluar tanaman tingkat tinggi yang berkayu. Bagian yang sering digunakan sebagai bahan ramuan obat meliputi kulit akar sampai ke lapisan epidermis. Biasanya bahan obat untuk kulit batang dapat diperoleh dari bagian batang tumbuhan tahunan atau tumbuhan semusim.
Beberapa penelitian sebelumnya yang memanfaatkan kulit batang tumbuhan sebagai obat adalah ekstrak etanol kulit batang Streblus asper. Lour yang memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, glikosida dan sterol. Ekstrak kulit batang yang diperoleh memiliki aktifitas antikarsinogen yaitu sebagai antimitotik, sitotoksik dan memiliki aktifitas antitumor.
Selain di bidang kesehatan, tanaman bitti tepatnya pemanfaatan pada kayu pohon bitti atau gofasa biasa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah, kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring. Ekspor kayu dalam jumlah cukup besar berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan Pulau Solomon, terutama ke Jepang.
Untunglah pohon gofasa dengan nama latin Vitex cofassus ini bukan termasuk tumbuhan langka dan tidak termasuk dalam Redlist IUCN. Di beberapa tempat sepeerti di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pohon gupasa ditanam dalam hutan rakyat.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gofasa atau kayu bitti yang memmpunyai nama latin Vitex Cofassus adalah jenis tanaman berkayu, keluarga Lamiaceae. Berasal dari New Guinea dan kepulauan Pasifik Barat Daya yang tumbuh subur di Indonesia. Tanaman ini mengandung beberapa senyawa kimia seperti Flavonoid, Alkaloid, Stigmasterol, β-sitosterol, dan lain-lain.
Kandungan kimia pada tanaman bitti ini mempunyai manfaat di bidang kesehatan yakni mencegah kerusakan sel oksidatif yang bersifat sebagai antikanker dan melawan semua yang bersifat karsinogen. Flavonoid juga dapat berfungsi untuk mengurangi resiko penyakit jantung. Selain itu Alkaloid yang terkadung merupakan jenis koronaridin dan voacangin yang memiliki aktifitas sebagai antikanker.
3.2 Saran
Mengingat pohon gofasa ini tidak termasuk dalam tumbuhan langka, sehingga diharapkan agar kiranya dapat lebih dilestarikan lagi karena mengingat manfaatnya yang sangat baik.








DAFTAR PUSTAKA
Chasanah U, et.,al. “Anti Cancer Pre-Screening for Several Plant Using Brine Shrimp Lethality Test”, Jurnal Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang. h. 1.
Endro, Agung Nugroho dan Gemini Alam, “Review Tanaman Obat Legundi (Vitex Trifolia L.)”,
Gusmiaty, Muh. Restu dan Ira Pongtuluran, “Seleksi Primer Untuk Analisis Keragaman Genetik Jenis Bitti (Vitex Coffassus)”, Jurnal Perennial ISSN: 1412-7784. vol. 8 no. 1, 2012, h. 25.
Herna´ndez, M.M, et.,al, “Biological activities of crude plant extracts from Vitex trifolia L. (Verbenaceae), J. of Ethnopharmacol  Jurnal, 1999.
Ilyas, Asriyani , Kimia Organik Bahan Alam. Makassar: Alauddin University Press, 2013.
Li, W.X, et.,al, “Flavonoids from Vitex trifolia Inhibit Cell Cycle Progression at G2/M phase and Induce Apoptosis in Mammalian Cancer Cells”, J Asian Nat (2005). h. 615.
Pereira, Carvalho dan Meireles, “Anticancer Activity of Tabernaemontana catharinensis extract Obtained by supercritical Fluid Extraction”, Rev. Bras.Pl. Med., Botucatu Brasil, v.8, n.4, 2006. h. 144.
Prasetyawati, Andriyani “Eksplorasi Benih Bitti (Vitex Cofassus) Di Sulawesi Selatan”, 2013.

Raina, Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Absolut, 2011.